Rabu, 31 Agustus 2016

Sistem Perbandingan Perekonomian India dengan Amerika Serikat

Sistem Perbandingan Perekonomian India dengan Amerika Serikat

Dalam membahas politik internasional, isu globalisasi sering dikaitkan dengan pembangunan dan kemiskinan. Globalisasi yang menciptakan dunia yang ‘tanpa batas’ (borderless) ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, misalnya dengan perdagangan bebas. Saat ini sebagian besar negara di dunia melakukan perdagangan bebas, di mana tarif dan hambatan lain dikurangi bahkan dihapuskan, serta dinaungi oleh organisasi internasional bernama World Trade Center (WTO). Organisasi ini memiliki aturan-aturan tertentu yang bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh negara anggotanya.

Globalisasi melalui perdagangan bebas saat ini menjadi isu yang hangat diperbincangkan, terutama dari segi dampaknya. Perdagangan bebas menjadi wacana utama selepas Perang Dunia I dan II karena dianggap dapat meningkatkan perdamaian dunia dan menyejahterakan masyarakat. Pada kenyataannya, perdagangan bebas yang diwadahi oleh WTO memang menguntungkan beberapa pihak, tetapi masih ada aktor lain yang mengalami kesulitan dalam mempraktikkannya, bahkan terkena efek negatif berupa kemiskinan. Dua contoh negara anggota yang mengalami dampak positif dan negatif dari perdagangan bebas WTO yang akan menjadi bahasan dalam tulisan ini ialah Amerika Serikat (AS) dan India. AS merupakan negara maju yang sangat kuat perekonomiannya serta gencar sekali mempromosikan perdagangan bebas.

Banyak sekali perusahaan multinasional AS yang meraup keuntungan dari aktivitas ini. Sedangkan India adalah negara berkembang yang saat ini mulai muncul sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru. Namun ternyata masalah kemiskinan masih menghantui negara ini, terutama yang disebabkan oleh perdagangan bebas. Dua negara anggota WTO tersebut menggambarkan keadaan ketimpangan global (global inequality) sebagai akibat dari globalisasi, di mana terdapat jarak dan kesenjangan antara negara kaya dengan negara miskin, negara maju dengan negara berkembang, negara di bagian ‘Utara’ dengan di bagian ‘Selatan’ (North and South divide), dan sebagainya. Tulisan ini pun dibuat untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana kebijakan perdagangan WTO berdampak pada meningkatnya ketimpangan global.

Peraturan di WTO mengenai Perdagangan Bebas
World Trade Organization (WTO) adalah sebuah rezim internasional yang mengawasi aturan perdagangan internasional, termasuk di dalamnya kebijakan perjanjian perdagangan bebas, penyelesaian sengketa perdagangan antar anggota dan sebagai forum negosiasi negara anggota. Tujuan didirikannya WTO sendiri adalah untuk membantu negara anggota melakukan perdagangan dengan lancar dan sebebas mungkin. Perdagangan bebas tersebut terjalin dengan menghapus bea masuk (tariff) dan tindakan seperti larangan impor atau kuota yang selektif untuk membatasi jumlah. Peraturan dan perjanjian di dalam WTO merupakan hasil negosiasi dan sudah ditandatangani oleh negara anggota WTO, sehingga hal ini berarti pemerintah negara-negara anggota WTO mempunyai kontrak yang mengikat untuk menjaga kebijakan perdagangan mereka dalam batas yang telah disepakati.
Perjanjian perdagangan dalam WTO melingkupi perdagangan yang berhubungan dengan pertanian, tekstil dan pakaian, perbankan, telekomunikasi, belanja pemerintah, standart industri dan kemanan produk, peraturan sanitasi makanan, kekayaan intelektual, dll. Prinsip – prinsip perdagangan internasional dalam WTO yang harus dipatuhi oleh negara anggotanya menyangkut perdagangan bebas, antara lain :
1.             Trade without discrimination
a.              Most Favoured Nation ( MFN )
MFN adalah prinsip perdagangan dalam WTO yang mengatur tentang pemberian perlakuan yang sama antar mitra perdagangan, tanpa pengecualian antara semua negara anggota WTO (tidak memandang negara yang kaya atau miskin, kuat atau lemah). Hal ini berarti MFN mengatur bahwa setiap negara anggota WTO harus menurunkan atau menghilangkan hambatan perdagangan di negaranya dan membuka pasar dalam negeri. Prinsip ini berlaku bagi semua perdagangan barang atau jasa dan diatur dalam artikel pertama GATT, pasal 2 GATS, dan pasal 4 TRIPS. 
b.             National treatment
Yaitu memperlakukan produk impor sama dengan produk lokal (paling tidak setelah barang impor tersebut memasuki pasar nasional).

2.             Freer Rider : gradually, through negotiation
Menurut WTO, kebijakan tentang perdagangan bebas ditujukan untuk terjadinya persaingan yang adil, terbuka, dan tidak terdistorsi. Menurunkan hambatan perdagangan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mendorong perdagangan. Tetapi, tidak semua negara dapat dengan mudah untuk menyesuaikan peraturan WTO dengan peraturan dalam negerinya. Untuk itu WTO memperbolehkan negara anggota untuk melakukan penyesuaian secaa bertahap melalui “liberalisasi progresif”.

3.             Predictability : through binding and transparency
Ketika suatu negara sudah membuat kesepakatan untuk membuka pasar domestik atas barang atau jasa, mereka terikat oleh komitmen mereka ini. Sistem ini juga meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan adalah menghambat penggunaan kuota dan langkah-langkah lain yang digunakan untuk menetapkan batas jumlah impor.
WTO mengusung perdagangan bebas, karena adanya pertumbuhan yang bagus dalam perdagangan dan ekonomi dunia sejak berakhirnya Perang Dunia II. Selama periode 25 tahun, tarif telah dikurangi sampai dengan 5% di negara-negara industri. Akibat penurunan tarif tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia lebih cepat, yaitu kira-kira 8%. Kebijakan perdagangan liberal (kebijakan yang memungkinkan aliran barang dan jasa yang tak terbatas), mempertajam persaingan, dan memotivasi untuk selalu berinovasi. Perjanjian atauu prinsip-prinsip di WTO diatas adalah perjanjian perdagangan multilateral.
Namun, dalam General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) pasal XXIV dan dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) for Trade in Services and in the Enabling Clause pasal V memperbolehkan negara anggota untuk melakukan Regional Trade Agreements (RTAs). Dibawah RTAs, pengurangan hambatan perdagangan hanya berlaku untuk pihak-pihak yang bersepakat. 9 Perjanjian perdagangan regional di bawah WTO yang meliputi Kesatuan Pabean dan Wilayah Perdagangan Bebas sudah ditandatangani oleh beberapa negara. Perjanjian perdagangan regional ini berlaku selama masa transisi yang tujuan akhirnya adalah menciptakan terbentuknya custom union or a free trade area.
Dampak Kebijakan Free Trade WTO terhadap Amerika dan India
a)             Amerika Serikat
Tidak bisa dipungkiri bahwa Amerika Serikat adalah salah satu perekonomian nomor satu di dunia.  Pada tahun 2011, diperkirakan nominal PDB Amerika Serikat sekitar seperempat dari nominal PDB global, yaitu sekitar $ 15 Milyar. Sebagian besar dari pendapatan tersebut merupakan kontribusi dari perdagangan internasional AS dengan negara lain. Pada tahun 2012, negara itu tetap menjadi produsen terbesar di dunia, yang mewakili seperlima dari output manufaktur global. Tiga partner dagang utama dari Amerika Serikat ialah Cina, Kanada, dan Meksiko. Sebagai anggota WTO, Amerika Serikat merupakan salah satu penyokong ide Free Trade atau Perdagangan Bebas. Dimana efek positif dari pasar bebas terlihat jelas dalam pertumbuhan bintang ekonomi AS selama beberapa dekade terakhir. Sejak tahun 1990, perekonomian AS telah tumbuh lebih dari 23%.
Dengan adanya penandatangan dan pembentukan North American Free Trade Area (NAFTA) pada tahun 1993 serta World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995, sebagai sebuah forum untuk menyelesaikan sengketa perdagangan. Sebagai contoh:
o      Jumlah pekerjaan meningkat sebesar 13,4 persen sejak 1991. Hanya 3 persen bagian dari angkatan kerja yang bekerja paruh waktu yang dikarenakan ketidakmampuan untuk mencari pekerjaan full-time.
o      Pada Juli 2000, tingkat pengangguran menurun menjadi sepersepuluh dari  dari 4 persen selama hampir setahun. (Tingkat terendah dalam 30 tahun.)
o      Pertumbuhan ekonomi terus terjadi di Amerika Serikat pada akhir tahun 2000 ini juga: Antara 1998 dan 1999 saja, jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap meningkat sebesar 2 juta orang.

Keuntungan dari perdagangan bebas sudah sangat substansial, pada tahun 2007 sekitar $ 12 bilyar hasil perekonomian AS merupakan hasil dari perdagangan bebas. Pada tahun 2005, ekspor AS ke seluruh dunia mencapai $ 1.2 milyar dan mendukung satu dari lima pekerjaan manufaktur di Amerika Serikat. Pekerjaan yang langsung berhubungan dengan kegiatan ekspor barang, berpenghasilan 13-18%  lebih banyak dari pekerjaan lain di Amerika Serikat. Selain itu, ekspor hasil pertanian mencapai rekor tertinggi pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 merupakan lapangan pekerjaan untuk 926.000 orang.
NAFTA sebenarnya telah menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk AS dari sejak awal. Kanada dan Meksiko merupakan mitra perdagangan terbesar pertama dan kedua di Amerika Serikat, yang bertanggung jawab terhadap sekitar 36% dari semua pertumbuhan ekspor AS pada tahun 2005. Antara tahun 1993 dan 2005 hasil manufaktur dan ekspor pertanian Amerika Serikat ke Kanada dan Meksiko tumbuh sebesar 133% dan 55%. Setiap hari, NAFTA negara melakukan transaksi sekitar $ 2,2 miliar pada perdagangan trilateral. Perdagangan ini mendukung pekerjaan AS, guling produktivitas, dan mendorong investasi.

b)             India
India adalah salah satu negara berkembang di dunia yang ikut aktif dalam perdagangan bebas dunia. Walaupun ada beberapa keuntungan yang didapatkan India, namun India juga menjadi negara yang banyak mengalami kerugian dari sistem perdagangan bebas ini. India dalam kurun waktu 2 dekade terakhir berhasil meningkatkan ekonominya pada tingkat tahunan rata-rata sebesar 7% serta mengurangi kemiskinan sebesar 10%, namun keuntungan ekonomi ini hanya dirasakan sebagian kecil masyarakat urban India. 40 persen kaum miskin di dunia masih tinggal di India, 28% penduduk negara itu hidup dibawah garis kemiskinan pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 37,2% pada tahun 2010, dan 75.6% masyarakat hidup dengan pendapatan dibawah 2 dollar perhari . Kesenjangan yang dialami masyarakat India diidentifikasi karena perdagangan bebas telah merusak pasar negara tersebut dan merugikan banyak warga India.
Banyak produk negara besar yang masuk ke negara India dengan kualitas dan harga yang lebih baik daripada produk lokal di India, hal ini sama sekali tidak memberikan keuntungan kepada masyarakat India. Sebagai salah satu contohnya adalah di bidang agrikultur, saat ini beberapa produk luar telah membanjiri pasar agrikultur India, sebagai contohnya adalah keju dari Swiss, apel dari Selandia Baru, coklat dari Brazil dan biskuit dari Thailand. Produk Impor yang beredar bebas di India ini adalah salah satu hasil dari kesepakatan India dengan WTO yaitu Agreement on Agriculture (AoA) yang bertujuan untuk meningkatkan akses pasar untuk makanan asing.

Hal ini jelas merugikan masyarakat India, karena produk-produk dari dunia barat memiliki keungulan dari harga maupun kualitas. Hal itu disebabkan lebih tingginya subsidi dan teknologi yang diterapkan negara barat terhadap agrikultur mereka, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih baik dan dapat menjadi lebih murah, sedangkan India tidak memberikan subsidi sebesar negara barat dan para petani masih menggunakan teknik tradisional. Masalah ini tentu merupakan masalah besar bagi India, karena sektor Agrikultur adalah sektor terbesar bagi ekonomi India. Sektor ini telah mempekerjakan 52% dari total angkatan kerja India, sehingga kesulitan para petani tersebut merupakan kesulitan sebagian besar keluarga di India.

Kesulitan yang dihadapai oleh petani India ini sangat digambarkan oleh tingkat bunuh diri petani yang sangat tinggi di India, tercatat sekitar 200 ribu petani India bunuh diri sejak tahun 1997. Disisi lain produk ekspor India tidak mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari sistem perdagangan bebas ini. India Pada tahun 2010, India melakukaan Impor barang sebesar 322,702 juta US$ dan jasa sebesar 116,906 juta US$, sedangkan ekspor barang sebesar 216,162 juta US$ dan jasa sebesar 109,514 juta US$. Angka ini mengggambarkan bahwa India kurang mampu membanjiri pasar dunia, di sisi lain pasar lokal mereka di ekspansi oleh negara lain.

Dalam bidang ekspor, produk mereka yang masih kalah saing dengan produk-produk dunia barat. Sebagai salah satu contoh adalah Indian Oil Corporation yang bergerak di bidang gas dan minyak bumi, dan merupakan perusahaan terbesar di India, saat ini memiliki pemasukan sebesar US$68.83 billion, masih kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar lainnya seperti Exxon Mobil yang memiliki pemasukan US$486.429 billion. Bahkan perusahaan ini disulitkan dengan banyaknya perusahaan minyak lain yang masuk ke India.


Analisis
Dalam politik internasional,  kerjasama merupakan hal yang sangat penting dan bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai kepentingan. Salah satu bentuk kerjasama yaitu dalam bidang perdagangan, pada era globalisasi seperti sekarang ini, sangat intens dilakukan baik oleh negara maju, maupun negara berkembang untuk meningkatkan perekonomian. Perdagangan bebas yang merupakan salah satu  gagasan WTO mengusung satu skema baru dalam perdagangan internasional yaitu perdagangan tanpa hambatan. WTO sebagai salah satu
organisasi internasional memiliki collective system yang harus dipatuhi semua anggotanya. Anggota-anggota di WTO pun akan mendapatkan keuntungan dengan menyepakati perjanjian yang ada dalam WTO. Namun, hal ini bukanlah hal yang absolut, bahkan perdagangan bebas yang diadopsi oleh negara-negara anggota WTO dapat memberi dampak negatif dan kesenjangan antar negara-negara anggotanya. 
India dan Amerika Serikat merupakan anggota WTO dan aktif dalam perdagangan bebas. Sudah seharusnya India dan Amerika Serikat membuka pasarnya dan melaksanakan perdagangan tanpa diskriminasi sebagaimana yang tertuang dalam prinsip WTO. Amerika Serikat bisa dikatakan menjadi winner dalam globalisasi. Pendapatan Amerika Serikat pun sebagian besar diperoleh dari keuntungan melaksanakan perdagangan bebas. Namun, sejak awal apabila kita merujuk pada pandangan neo-Marxist, Amerika Serikat sudah merupakan negara yang masuk kategori Core areas yaitu Negara-negara yang terhitung maju secara pendapatan ekonomi, teknologi, dan produksi yang lebih bervariasi dalam jumlah besar.  Ide perdagangan bebas juga diusung oleh Amerika Serikat, sehingga tentunya sebelum melaksanakan perdagangan bebas, Amerika Serikat sudah percaya diri,memiliki kesiapan, dan melihat perdagangan bebas ini sebagai peluang. Berbeda dengan India yang dapat dikategorikan sebagai negara semi-Peripheral.

Pada kenyataannya ketimpangan kompetisi dengan produk-produk yang diimpor dari barat yang dinilai lebih unggul dan berkualitas, karena barang-barang India di produksi dengan teknologi yang cenderung sederhana dibanding barang produksi negara kompetitornya seperti Amerika Serikat. Contohnya saja adalah dalam sektor pertanian. Sektor ini terkena dampak paling besar dari adanya kebijakan perdagangan bebas. India tidak memberikan subsidi sebesar negara barat dan para petani masih menggunakan teknik tradisional31  Jadi walaupun India memiliki teknologi informasi dan telekomunikasi yang sudah canggih namun dalam teknologi produksi terutama dalam sektor pertanian India masih ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara barat dalam hal ini Amerika Serikat. Hal ini menjadi suatu ketimpangan yang sangat jelas. Ketimpangan lain terjadi dalam sektor ekspor-impor. India menerima jumlah impor yang sangat banyak namun tidak bisa mengimbangi jumlah ekspor yang juga semestinya harus tinggi.

Bahkan dalam 6 tahun kebelakang, petani India banyak mengalami kerugian serta frustasi dan lebih dari tiga ribu petani bunuh diri di Andrha Pradesh. Penyebab potensial yang menyebabkan hal ekstrim ini terjadi adalah eksploitasi oleh perusahaan agribisnis multinasional dan kesenjangan ekonomi yang parah.
Pendukung globalisasi percaya bahwa liberalisasi perdagangan adalah kunci untuk memerangi kemiskinan di negara berkembang (World Bank 2002; WTO 2000; McCulloch, Winters & Cirera 2000). Sebagian besar ahli mendefinisikan liberalisasi perdagangan sebagai penghapusan total atau sebagian hambatan perdagangan seperti kuota dan tarif yang diberlakukan oleh pemerintah atas barang impor dan ekspor (Marchant & Snell 1997). Hal ini

diyakini bahwa relaksasi hambatan perdagangan akan memfasilitasi perdagangan dan menarik investasi asing langsung (FDI) yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menyebabkan pengentasan kemiskinan (WTO 2002). Meskipun demikian, laporan dari UNCTAD (2001) menunjukkan bahwa kemiskinan di negara berkembang terus eksis.

Jumlah orang yang hidup dengan kurang dari satu dolar per hari telah meningkat hampir 50 persen dalam beberapa tahun terakhir dan kesenjangan antara orang kaya dan miskin di negara berkembang melebar. UNCTAD (2001) menunjukkan bahwa 49 negara paling miskin membentuk 10 persen dari populasi dunia, tetapi menyumbang hanya 0,4 persen dari perdagangan dunia dan perbedaan ini terus tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan.33 Data ini membuktikan bahwa perdagangan bebas yang diyakini berdampak positif untuk mengurangi global inequality bukan hal yang pasti. Negara berkembang masih jauh dari kesejahteraan bahkan kemiskinan terus meningkat. Negara berkembang seperti India walau memiliki pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan tapi masih dibayangi oleh adanya inequality yang disebabkan oleh ketidaksiapan beberapa sektor dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas.

  

Penerapan Single Visa Ala Thaksin Shinawatra di Thailand

Penerapan Single Visa Ala Thaksin Shinawatra di Thailand

Seiring dengan perkembangan zaman, semakin berkembang pula tujuan dan motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Tidak hanya sebatas hiburan melainkan meliputi kepentingan bisnis, pendidikan, pengobatan, kunjungan maupun kepentingan lain. Keadaan ini menjadikan negara di dunia berlomba-lomba untuk meningkatkan serta mengembangkan kondisi pariwisata negara mereka, di mana berbagai cara terus dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan daya tarik dan kedatangan wisatawan asing. Begitu juga yang terjadi di kawasan ASEAN, salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kondisi pariwisata regional adalah dengan meningkatkan konektivitas antar negara anggota dan mempromosikan pariwisata secara bersama. Upaya meningkatkan konektivitas kawasan tersebut salah satunya dilakukan ASEAN dengan menerapkan kebijakan bebas visa. Kebijakan dengan memberikan pembebasan izin visa yang diterapkan secara regional bagi sesama negara anggota ASEAN yang hendak melakukan perjalanan di kawasan Asia Tenggara. Kebijakan tersebut terbukti berhasil dalam meningkatkan konektivitas kawasan, bahkan secara lebih luas meningkatkan kedatangan wisatawan. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, ASEAN ingin meningkatkan kondisi tersebut menjadi lebih luas jangkauannya kepada wisatawan non-ASEAN dengan menggunakan single visa.
 
Keberhasilan penerapan single visa yang terjadi di Uni Eropa melalui kebijakan Visa Schengen, telah menginspirasi Thailand untuk dapat menerapkan hal yang sama di kawasan Asia Tenggara. Melalui Perdana Menteri Thaksin Shinawatra pada tahun 2003 di subregional ACMECS, untuk pertama kalinya Thailand menginisiasi kebijakan single visa tersebut. Berawal dari sana, Thailand ingin memperluas pelaksanaan kebijakan single visa dalam lingkup regional. Sehingga Thailand berusaha untuk mengangkat gagasan tersebut untuk masuk menjadi bagian dalam ASEAN. Seiring dengan berjalannya waktu, single visa kemudian menjadi salah satu fokus strategi pariwisata ASEAN yang mulai di gagas melalui ATF pada tahun 2011 di Pnom Penh, Kamboja. Rencana single visa tersebut masuk ke dalam ASEAN Tourism Strategic Plann 2011-2015. Dalam penerapannya, mekanisme yang akan digunakan nantinya mengikuti mekanisme dalam sistem Visa Schengen. 

Inisiasi kebijakan single visa oleh Thailand tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan dalam hal ini terdapat kepentingan yang ingin di capai oleh Thailand dalam penerapan kebijakan. Kepentingan tersebut terbagi menjadi dua hal yang melingkupi ranah politik serta sosial-ekonomi.
Pertama adalah kepentingan politik. Dalam hal ini tujuan Thailand dapat dilihat pada lingkup domestik dan internasional. Internasional dalam konteks ini adalah kawasan regional, di mana melalui kebijakan tersebut Thailand ingin meningkatkan kondisi dan keberadaan kawasan. Hal ini dikarenakan Thailand melihat adanya kemajuan besar di kawasan lain yaitu Eropa dalam bidang pariwisata,. Melihat hal itu, Thailand ingin kemajuan yang sama turut terjadi di kawasan ASEAN. Dengan meningkatnya kondisi kawasan, Thailand mengharapkan kondisi tersebut dapat semakin meningkatkan hubungan antar negara di kawasan baik secara bilateral maupun multilateral. Seiring dengan itu, berbagai kerjasama yang terjalin di antara negara juga dapat semakin meningkat dan meluas di berbagai bidang. Sedangkan dalam lingkup domestik, Thailand ingin meningkatkan pengaruh negaranya terhadap negara lain terutama di dalam bidang pariwisatal. Pada saat yang bersamaan, Thailand ingin menunjukkan potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh negaranya. Selain itu, apabila kebijakan single visa nantinya diterapkan, Thailand berharap dapat menjadi pusat dari kawasan dengan menjadi pintu gerbang utama bagi kedatangan wisatawan asing ke ASEAN. Atau dengan kata lain, Thailand ingin menjadi negara tujuan utama para wisatawan. Hal ini dikarenakan letak geografi Thailand yang stategis di tengah kawasan yang memungkinkan negaranya menjadi pusat kedatangan wisatawan dan menjadi poros pergerakan wisatawan ke berbagai negara.

Kedua adalah kepentingan sosial-ekonomi. Pada konteksi ini tujuan Thailand adalah untuk memberikan solusi atau jawaban atas keluhan dari wisatawan asing yang merasa bahwa mengurus surat izin visa di kawasan ASEAN cukup rumit. Melalui kebijakan tersebut, Thailand berusaha memberikan kemudahan bagi mereka untuk datang dan berkunjung. Dengan kemudahan tersebut, Thailand mengharapkan bahwa hal itu dapat semakin meningkatkan kunjungan wisatawan yang banyak khususnya di dalam negaranya. Seiring dengan kedatangan jumlah wisatawan yang bertambah, pada saat yang bersamaan Thailand turut mengharapkan adanya peningkatan devisa. Artinya pemasukan terhadap negara juga dapat semakin meningkat. Sedangkan di sisi lain, Thailand mengharapkan adanya peningkatan pembangunan yang merata di berbagai wilayah. Hal ini didasarkan pada letak geografi negaranya yang strategis, yang dapat menerima kedatangan wisatawan asing baik secara langsung maupun dari berbagai negara tetangga ketika kebijakan single visa diterapkan.  

Dalam mewujudkan kepentingan tersebut Thailand menemui adanya peluang dan tantangan. Peluang pertama adalah keberadaan infrastruktur pariwisata Thailand yang mendukung. Kondisi infrastruktur dalam hal ini meliputi infrastruktur transportasi dan akomodasi. Kedua komponen yang memadai di Thailand tersebut merupakan salah satu bentuk keunggulan yang dimiliki Thailand dalam mendukung pelaksanaan kebijakan single visa. Dalam penerapannya, infrastruktur pariwisata yang memadai merupakan hal penting di dalam memberikan kemudahkan akses dan mobilitas bagi  para wisatawan, serta memberikan kenyamanan di dalam perjalanan. Peluang kedua adalah adanya dukungan dari negara lain terhadap rencana kebijakan single visa. Dukungan tersebut merupakan respon positif yang diberikan oleh negara lain kepada Thailand. Melalui dukungan tersebut menunjukkan bahwa negara lain bersedia untuk menerapkan kebijakan  di dalam kawasan ASEAN. Sehingga kemungkinan penerapan kebijakan single visa menjadi semakin besar. Peluang ketiga adalah adanya komitmen Thailand dalam membangun akses daratan di perbatasan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa Thailand tidak hanya sekedar menginisiasi, melainkan turut melakukan upaya nyata di dalam mewujudkan kebijakan single visa. Menyadari bahwa  akses daratan di perbatasan merupakan bagian yang penting di dalam mobilitas para wisatawan untuk melakukan perjalanan ke menuju ke berbagai negara, upaya yang dilakukan oleh Thailand  semakin mendukung keberadaan negaranya dalam mewujudkan penerapan single visa terkait fasilitasi kemudahan akses dan mobilitas bagi para wisatawan. 
   
Sedangkan di dalam penerapannya, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh Thailand antara             lain :

1.             Adanya kompetisi yang terjadi di antara negara ASEAN
Kompetisi tersebut muncul sebagai akibat dari usaha setiap negara untuk dapat meningkatkan kondisi pariwisata di negaranya agar  menjadi destinasi utama di kawasan ASEAN. Dalam rangka menarik perhatian banyak para wisatawan, banyak negara berlomba-lomba untuk memajukan pariwisata di dalam negara serta memberikan berbagai penawaran menarik untuk wisatawan.  Sehingga keadaan tersebut memunculkan adanya kompetitor  baru bagi Thailand khususnya di dalam mempromosikan pariwisata negara.

2.             Berkurangnya length of stay dari para wisatawam yang tinggal di Thailand
Dengan adanya single visa, destinasi atau tujuan pariwisata seseorang menjadi bertambah banyak ke berbagai negara di seluruh kawasan.  Dari sana akan semakin sedikit waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk menetap di suatu negara, karena mereka akan cenderung lebih banyak melakukan mobilitas ke berbagai negara untuk dapat menikmati fasilitas dari single visa yang ditawarkan. Begitu juga dengan yang terjadi Thailand, waktu tinggal bagi para wisatawan menjadi lebih sebentar dalam melakukan kunjungan. Tantangan

3.             Berkurangnya devisa Thailand
Seiring dengan semakin berkurangnya waktu tinggal seorang wisatawan di Thailand,  akan semakin sedikit pula pengeluaran yang diperlukan oleh para wisatawan selama berada mereka di sana. Sebagai akibatnya keadaan tersebut mempengaruhi kondisi devisa Thailand yang dapat menjadi semakin berkurang karena adanya permintaan barang dan jasa di dalam sektor pariwisata yang semakin menurun.

4.             kondisi keamanan Thailand yang kurang mendukung
Kurangnya  kondisi keamanan negara yang baik, menjadikan Thailand rentan terhadap berbagai ancaman kejahatan. Longgarnya kondisi keamanan tersebut, melalui penerapan single visa dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mudah masuk melalui Thailand karena adanya akses yang lebih luas. Tanpa dapat menyeleksi berbagai ancaman yang terjadi, kondisi keamanan menjadi sangat rentan terhadap kejahatan.

5.             Adanya pemberlakuan bebas visa bagi negara non-Asean
Melalui penerapan bebas visa sebenarnya telah banyak wisatawan non-ASEAN yang dimudahkan untuk dapat masuk ke Thailand maupun negara lain di kawasan ASEAN. Apabila jumlah negara yang mendapatkan bebas visa semakin banyak, hanya dengan menggunakan bebas visa mereka sudah dapat melakukan perjalanan ke seluruh kawasan ASEAN. Sehingga dalam hal ini kondisi tersebut justru menjadikan penerapan single visa nantinya di kawasan ASEAN menjadi kurang optimal. Bahkan jika bebas visa sudah diberlakukan secara merata oleh semua negara ASEAN dengan jumlah daftar negara yang seimbang, single visa dapat menjadi tidak diperlukan. 
Dalam mencapai kepentingan Thailand menerapkan kebijakan single visa, bukanlah merupakan suatu proses yang mudah. Masih terdapat banyak tantangan yang dihadapi mulai dari kurangnya kondisi yang mendukung di dalam negara, hingga adanya ancaman yang berasal dari luar negara seperti halnya kawasan. Selain itu sudah adanya pemberlakuan bebas visa di negara-negara ASEAN menjadikan pertimbangan penting bagi pelaksanaan kebijakan. Tidak menutup kemungkinan ketika berbagai ancaman tersebut belum dapat terjawab, maka penerapan kebijakan single visa akan menjadi lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan. Bahk
an apabila seiring dengan perkembangan waktu jumlah negara yang mendapatkan fasilitas bebas visa di kawasan ASEAN semakin bertambah banyak, rencana penerapan single visa tidak akan dapat memberikan dampak yang signifikan.

Selain itu semakin lama, kebijakan bebas visa terus berkembang dan tidak menutup kemungkinan keadaan tersebut dapat menjadikan kebijakan single visa tidak diperlukan kembali. Sehingga berbagai tantangan tersebut perlu diselesaikan dan diminimalisir dampaknya, karena akan sangat disayangkan apabila nantinya kebijakan tersebut dijalankan tidak akan dapat memberikan dampak yang maksimal dan berjalan dengan efektif.

Cyber Crime

Cyber Crime : Kasus Penyadapan Australia Terhadap Indonesia


Hubungan yang semakin memanas antara Indonesia dengan Australia banyak melahirkan spekulasi diantara pengamat-pengamat mengenai alasan kuat Australia menyadap beberapa pejabat penting Indonesia. Walaupun Australia sudah berencana untuk menghentikan kegiatan penyadapannya di Indonesia, namun bukan berarti kita harus berhenti menelusuri alasan dan apa saja data yang sudah dipegang pihak Australia.
Isu penyadapan muncul setelah sebuah dokumen yang dibocorkan Edward Snowden diterbitkan oleh media Australia, ABC dan Guardian. Intelijen Australia menyadap telepon seluler milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri. Ternyata hal itu bukan sekadar isu. Memang benar intelijen Australia menyadap Presiden dan beberapa menteri. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan rasa kecewanya atas tindakan Pemerintah Australia yang melakukan penyadapan terhadap dirinya. Ia menilai tindakan itu menyakitkan.
Melalui akun @SBYudhoyono, yang merupakan akun pribadinya di jejaring sosial twitter, Presiden SBY menuliskan jika Pemerintah Indonesia akan meninjau kembali kerjasama bilateral dengan Pemerintah Australia. Menurutnya tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Pemerintah AS dan Australia sangat mencederai kemitraan strategis dengan Indonesia, terlebih AS dan Australia sama-sama negara yang menganut azas demokrasi. "Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah. *SBY*," katanya.
Menurut Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, kemungkinan besar Australia menyadap Indonesia dikarenakan Australia merupakan Satpam penjaga kepentingan Amerika Serikat di Asia Pasifik.  Oleh karena itu menurut Bambang, walau Australia sudah berencana menghentikan penyadapan, Indonesia tidak boleh begitu saja percaya. Sudah bukan rahasia lagi kalau Amerika Serikat dan sekutunya tidak pernah berhenti memata-matai teman sendiri atau negara lain yang berseberangan dengan Amerika. Wikileaks pun jauh hari sudah melaporkan hal ini.
Menurut Bambang, jika Australia saat ini memang akan berhenti menyadap Indonesia, bukan tidak mungkin kalau di waktu yang akan datang, di saat keadaan sudah tenang dan orang-orang sudah melupakan hal ini, Australia akan kembali menyadap Indonesia. Kalau mau menarik benang merah antara hubungan Australia dengan Amerika Serikat terhadap kasus penyadapan di Indonesia, Australia sebetulnya selalu menaruh curiga terhadap sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia. Dan Amerika Serikat pun yang alergi terhadap tindakan terorisme, menganggap Indonesia merupakan negara yang harus diwaspadai gerak-geriknya. Karena seperti yang kita ketahui, banyak kasus terorisme besar yang terjadi di Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Bambang, Amerika Serikat akan terus meminta Australia untuk mengawasi Indonesia di masa yang akan datang. Australia pun pasti tidak akan keberatan kalau mendapat perintah dari Amerika Serikat. Seperti yang kita ketahui, terbongkarnya penyadapan yang dilakukan Australia berawal dari dokumen rahasia yang dibocorkan whistblower asal Amerika Serikat, Edward Snowden, yang dipublikasikan oleh Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian. Kedua media tersebut menyebutkan kalau presiden SBY dan sembilan orang yang berada di lingkaran SBY menjadi target penyadapan Australia. Ibu negara, Ani Yudhoyono pun menjadi target Australia.
Dari dokumen-dokumen yang ada, pihak intelijen Australia melacak kegiatan Presiden SBY melalu telepon genggamnya selama 15 hari pada 2009, dimana saat itu Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi Perdana Menteri Australia. Dilansir ABC, salah satu dokumen tersebut berjudulkan ‘3G Impact and Update”. Dilihat dari halaman per halaman, intelijen Australia sepertinya sedang mengikuti peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan Asia Tenggara. Beberapa opsi penyadapan didaftarkan dan dibuat untuk memilih salah satu darinya kemudian menerapkannya ke sebuah target, dalam hal ini pemimpin Indonesia.

Alasan Australia Melakukan Penyadapan
Untuk alasan kenapa Australia juga menjadikan Ibu Ani sebagai target penyadapan, pengamat intelijen, Wawan Purwanto mengatakan kalau Australia menyadap Ibu Ani lantaran kepentingan politik 2014. Jadi, lanjut Wawan, penyadapan kepada Ibu Ani juga telah diketahui jauh-jauh hari oleh BIN. Tetapi BIN tentunya tidak bakal membuka ke ruang publik dan BIN melakukan langkah-langkah tertentu sebagai antisipasi.
Berdasarkan laporan, penyadapan ditujukan kepada Presiden SBY, Ibu Ani, Wakil Presiden Boediono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Juru Bicara Presiden Dino Pati Djalal, dan Andi Malarangeng. Selain nama-nama di atas, beberapa menteri saat itu juga menjadi target penyadapan, seperti Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Menko Ekuin Sri Mulyani, Menko Polhukam Widodo AS, dan Menteri BUMN Sofyan Jalil pun tidak luput dari target penyadapan.
Pejabat RI yang Disadap Australia
Seperti diberitakan Australian Broadcasting Corporation (ABC), dugaan penyadapan itu dibocorkan mantan karyawan Badan Keamanan Nasional AS, Edward Snowden. Informasi tersebut berada dalam dokumen yang berjudul “3G Impact and Update”. Dalam dokumen tersebut terdapat sepuluh nama pejabat Indonesia lengkap dengan tipe ponselnya masing-masing. Selain Presiden SBY, nama Ibu Negara Ani Yudhoyono juga termasuk salah satu yang disadap Australia. Baca juga: Ratusan Website Australia Diserang Hacker Indonesia. Menurut informasi yang dihimpun, penyadapan tersebut dilakukan pada tahun 2009. Berikut daftar 10 pejabat dan juga tipe ponselnya yang disadap Australia, seperti dilansir oleh ABC dari Snowden:
1.             Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – Nokia E90-1
2.             Kristiani Herawati (Ani Yudhoyono) – Nokia E90-1
3.             Hatta Rajasa (saat itu, Menteri Sekretaris Negara) – Nokia E90-1
4.             Sri Mulyani Indrawati (saat itu, Pelaksana Tugas Menko Prekonomian) – Nokia E90-1
5.             Sofyan Djalil (saat itu, Menteri BUMN) – Nokia E90-1
6.             Andi Mallarangeng (saat itu, Juru Bicara Presiden urusan dalam negeri) – Nokia E71-1
7.             Widodo Adi Sucipto (saat itu, Menkopolhukam) – Nokia E66-1
8.             Dino Pati Djalal (saat itu, Juru Bicara Presiden urusan luar negeri) – BlackBerry Bold (9000)
9.             Wakil Presiden Boediono – BlackBerry Bold (9000)
10.         Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla – Samsung SGH-Z370

Cara Australia menyadap Indonesia
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Tantowi Yahya menduga alat intersepsi (penyadapan) oleh Pemerintah Australia masuk ke Indonesia berbarengan dengan bantuan peralatan komunikasi yang datang dari Australia ke Indonesia di masa lalu. "Pada 2001, Polri, Densus 88 menerima bantuan dari Australia berupa alat intersepsi. Patut diduga masuknya penyadapan itu dari peralatan yang diterima polisi itu," ujar Tantowi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Jadi, kata Tantowi,  peralatan tersebut kemungkinan sudah dibuat terkoneksi dengan sistem di Australia. “Patut diduga salah satu sumber kebocoran dari situ," ujarnya. Lebih lanjut Tantowi mengatakan, Fraksi Golkar akan bertindak tegas menyikapi persoalan penyadapan tersebut. "Maka saya bersama (Kelompok Fraksi) Golkar mengharapkan pada polisi, khususnya Densus, untuk menghentikan penggunakan dari alat intersepsi," kata dia. Menurutnya, Indonesia perlu menarik Duta Besar RI di Australia. Hal itu dinilai sudah cukup tegas. Pasalnya, Pemerintah Australia juga enggan meminta maaf atas kabar penyadapan ini. "Sikap tegas sudah jelas, kita menarik Kedubes Indonesia di Australia. Kita mengharapkan bahwa penarikan itu tidak hanya sekadar untuk konsultasi, namun penarikan secara permanen sampai dengan ada klarifikasi dan permohonan maaf dari Pemerintah Australia," ujarnya.
Tantowi menuturkan, Pemerintah Australia telah menunjukkan sikap yang tidak bersahabat. "Apalagi, tiba-tiba ada statement dari otoritas tertinggi Australia yang sangat tidak bersahabat. Menurut saya, ini mengganggu nilai-nilai yang sudah terbina selama ini. Mengganggu rasa percaya Indonesia kepada Australia," kata Juru Bicara Partai Golkar ini.

Tanggapan Publik Australia atas Penyadapan Para Petinggi RI
Ternyata isu pemanggilan pulang duta besar Indonesia  untuk Australia mendapat tanggapan serius dari masyarakat Australia. Koran The Sidney Morning Herald bahkan merating isu ini sebagai berita yang dikategorikan most popular bersanding dengan berita terkait ” spyng skandal SBY to Tweter  to hit out at Tony abbot” . Dalam ulasannya, “Indonesian Recal Its Ambassador”  koran itu secara lugas membahas dan menjelaskan kronologi serta korban penyadapan para petinggi kita. Tony Abbot menegaskan secara gamblang bahwa apa yang dilakukannya sudah betul.
Pernyataan PM Australia sedikit pun tidak merasa bersalah atas penyadapan yang dilakukannya terhadap para petinggi kita. PM Tonny Abbot malahan mengeluarkan statement arogan bahwa apa yang dilakukannya adalah sebagai bentuk proteksi terhadap Australia. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah melindungi dari apa? Bukankah secara logika semua juga paham penyadapan ilegal yang dilakukan Australia kepada presiden kita adalah dikategorikan sebagai ” mencuri informasi secara licik”? Artinya sekian lama Australia mengambil semua informasi dan mencuri dengar semua percakapan penting maupun tidak penting  presiden kita yang bukan urusan dan haknya.
Masyarakat Australia sendiri  melalui poling yang dilakukan oleh 59 persen responden yang membaca berita itu memilih tidak setuju dengan tindakan pemerintah Australia  dan setuju jika pemerintah Australia meminta maaf kepada Indonesia. Meskipun tidak mewakili pandangan semua masyarakat Australia namun poling yang dilakukan oleh surat kabar ini,menunjukan bahwa  responden menentang apa yang dilakukan sang perdana menteri.

Tanggapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang penyadapan Australia
Setelah dikritik berbagai pihak lantaran hanya berkomentar di Twitter soal kasus penyadapan intelijen Australia terhadap telepon selular pribadinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya menyatakan pernyataan resmi. SBY menegaskan Ia akan mengirim surat resmi kepada Pemerintah Australia mengenai penyadapan yang dilakukan oleh intelijen Australia terhadap Presiden, Ibu Negara, dan sejumlah pejabat pemerintah.
Hal itu disampaikan Presiden SBY dalam jumpa pers di kantor kepresidenan, Rabu (20/11/2013). “Saya ingin minta penjelasan resmi atas penyadapan itu,” tegas SBY. Permintaan penjelasan itu akan disampaikan SBY melalui surat.”Saya akan mengrim surat resmi kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk meminta permintaan sikap resmi dari Australia dan melihat apa yang bisa kita lakukan nanti.” lanjut SBY. Hal itu disampaikan SBY karena hingga kini pemerintah Australia belum juga menyampaikan pernyataan resmi kepada Indonesia. Bahkan, Perdana Menteri Australia Tony Abbott, pada Selasa (19/11/2013), malah menyatakan tidak akan meminta maaf kepada Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Abbott saat berpidato di depan parlemen Australia. Presiden SBY mempertanyakan mengapa Australia harus menyadap kawan, bukan lawan. ”Saya tidak paham kenapa itu harus terjadi. Kenapa itu dilakukan Australia kepada Indonesia. Saya ingin minta penjelasan resmi dari pemerintah Australia atas penyadapan itu,” tandas SBY.
Menurut presiden, tindakan penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia merupakan pelanggaran hukum internasional dan juga menabrak hak azasi manusia (HAM). “Penyadapan yang dilakukan Australia sulit dimengerti. Saya sulit untuk memahaminya mengapa itu harus dilakukan. Sebab, sekarang ini bukan era perang dingin yang harus harus saling mengintai dan saling menyadap,” tegas Kepala Negara.
Terkait insiden penyadapan tersebut, Presiden SBY menegaskan, Indonesia akan membekukan sementara kerja sama dengan Australia dalam hal pelatihan perang. Pembekuan kerja sama latihan perang ini dilakukan baik untuk udara, darat dan laut. “Saya juga meminta dihentikan latihan-latihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia baik angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara maupun sifatnya yang gabungan,” tegas Presiden SBY.
Sebelumnya, latihan militer bersama antara Australia dan Indonesia sempat dilakukan pada Selasa (19/11/2013). Latihan ini melibatkan jet-jet tempur kedua negara ini, di Darwin, Northern Territory. Ada sekitar 200 prajurit dari Indonesia dan Australia ambil bagian dalam latihan itu. Latihan itu memiliki sandi Elang AusIndo. Presiden SBY mengatakan, tidak ada jaminan bahwa latihan perang ini tidak disadap juga. Sehingga untuk menunggu ada penjelasan yang resmi dari Australia, bentuk latihan-latihan seperti ini dihentikan sementara. “Tidak mungkin kita melanjutkan semuanya itu kalau kita yakin tidak ada penyadapan terhadap tentara Indonesia, pada kita yang mengemban tugas negara. Saya kira jelas dan logis,” tegas SBY.
Selain itu, berbagai kerja sama juga turut dihentikan. Termasuk pertukaran informasi dan intelijen yang sudah terjalin lama antara Indonesia dan Australia. “yang jelas untuk sementara, saya minta dihentikan dulu kerja sama yang disebut pertukaran informasi dan pertukaran intelijen,” kata SBY.
DPR RI menilai sikap pemerintah Indonesia terhadap Australia yang disampaikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sudah tegas. Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai sikap pemerintah Indonesia sudah tegas. “Wajar reaksi Presiden menghentikan sebagian kerjasama sektor keamanan pertahanan dengan Australia,” kata Mahfudz, Rabu (20/11/2013).
Selain kerjasama di bidang militer, Presiden SBY juga menegaskan akan mengatur ulang kerjasama terkait people smuggling atau pencari suaka. Banyak imigran gelap atau pencari suaka dari negara lain yang masuk ke Australia melalui Indonesia. Kerjasama ini juga kini dihentikan sementara. Mahfudz mendukung langkah ini. Bagi dia, memang harus ditinjau ulang. “Persoalan kerjasama tentang people smuggling juga penting untuk direview,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Terkait insiden penyadapan ini, Indonesia sudah memanggil pulang Duta Besar Indonesia untuk Australia, Najib Riphat Kesuma. Duber RI untuk Australia akan terus berada di Indonesia sampai dengan pemerintah negeri kangguru itu memberikan sikap dan penjelasan terkait penyadapan Presiden SBY dan sejumlah pejabat lainnya.

Menurut Najib, ia akan tetap berada di Indonesia selagi pemerintah Australia tidak menanggapi serius sikap Indonesia dengan memberikan penjelasan mengenai penyadapan, dirinya akan kembali ke Canbera. “Ini kan tergantung kepada bagaimana respon dari pemerintah Australia. Jadi kita lihat nanti,’” ujar Najib di kompleks Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (20/11/2013). 

Globalisasi Ekonomi


Globalisasi dalam Bidang Ekonomi
1.             Pengertian Globalisasi
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya.
Globalisasi didefinisikan sebagai semua proses yang merujuk kepada penyatuan seluruh warga dunia menjadi sebuah kelompok masyarakat global. Ada yang memandang bahwa globalisasi itu sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batasbatas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

2.             Ciri-ciri Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
a.              Perubahan dalam konsep ruang dan waktu seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
b.             Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
c.              Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional).
d.             Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

3.             Kapitalisme Global
Kapitalisme global adalah upaya meraih keuntungan dan mengakumulasi modal tanpa batas atau sekat yang berupa negara. Dalam perkembngannya, kapitalisme global ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian orang diberbagaibelahan dunia. Sebagai contoh dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seseorang akan merasa ada sesuatu yang hilang bila dalam satu hari tidak melihat TV, membaca koran, ataupun membaca email.
Dengan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, dengan mudahnya seseorang dapat memindahkan ribuan maupun jutaan dollar melintasi batas Negara dalam hitungan detik dengan hnya menekan tombol Personal Computer (PC) di rumah atau menggunakan telepon seluler. Kapitalisme global ini juga mengubah cara pandang orang terhadap berbagai hal. Cara pandang tentang uang misalnya, bukan lagi hanya sebagai alat tukar melainkan juga sebagai barang dagangan seperti komoditas lainnya. Adanya profesi pedagang valuta asing membuktikan hal tersebut.
Perkembangan kapitalisme yang semakin mengglobal dapat mendorong terjadinya berbagai kondisi baru seperti:
a.              Terciptanya berbagai inovasi yang memunculkan produk-produk yang ada.
b.             Terjadinya relokasi perusahaan multinasional untuk memanfaatkan keunggulan koparatif suatu negara, agar dapat memenangkan persaingan tersebut.
c.              Terjadinya arus internasionalisasi dan perputaran modal yang sangat cepat yang menembus batas waktu dan ruang.
d.             Terbentuknya suatu tatanan dunia baru yang dimotori lembaga-lembaga internsional dan forum internasiona seperti IMF, World Bank, WTO, dan lain sebagainya.
e.              Dari yang berpandangan negatif, menganggap bahwa globalisasi tidak banyak manfaatnya atau bahkan merugikan.
f.              Di samping pandangan yang bersifat negatif dari kapitalisme global, ada pula yang berpandangan positif. Pandangan itu pada intinya menyatakan bahwa penanaman modal asing dianggap dapat memungkinkan akses terhadap teknologi, manajemen, dan pemasaran.

4.             Kapitalisme di Indonesia
Paham kapitalisme yang kita harapkan hendaknya disertai persyaratan bahwa semuanya harus berfungsi sosial. Di negara-negara lain yang sangat dan teramat kapitlis, capital memang selalu dibuat berfungsi sosial melalui perpajakan, instrumen-instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, system jaminan sosial, sistem perburuhan dan masih sangat banyak lagi perangkat, peraturan, lembaga dan sebagainya, yang membuat capital berfungsi sosial. Fungsi sosial tidak mengurangi kenyataan bahwa ekonomi kita adalah atas dasar kapitalisme. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga pada akhirnya potensi, inisiatif dan kreasi setiap warga Negara dapat berkembang sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Sejauh ini dapat dikatakan bahwa Indonesia telah memasuki kapitalisme global. Dalam masa sebelum krisis peran penanaman modal asing (PMA) cenderung meningkat. Persoalan yang lebih besar dari hadirnya modal asing di Indonesia adalah apakah manfaat seluruhnya yang diperoleh pemodal asing di Indonesia dibagi secara adil antara pemodal asing dan bangsa Indonesia. Selalu dikatakan bahwa modal asing membawa masuk modal, transfer teknlogi, transfer kemampuan manajemen dan membuka lapangan kerja. Berbagai kenyataan di atas memberikan pelajaran bahwa kapitalisme global membuka peluang untuk mengembangkan perekonomian. Namun demikian, kapitalisme global juga dapat merusak perekonomian Indonesia.
5.             Dampak Globalisasi
Globalisasi bagi bangsa Indonesia dimana masyarakatnya memiliki multi etnis dengan multi budaya melahirkn tantangan-tantangn yang tidak ringan yang bisa mengancam keutuhan bangsa dan Negara Indonesia. Tantangan pertama berupa tekanan-teknan yang datang dari luar baik dalam wujud ekonomi, politik maupun budaya. Ketergantungan atas kekuatan ekonomi internasional menyebabkan bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan dari kekuatan-kekuatan tersebut, meski pada kenyataannya apap ang diperoleh bangsa Indonesia dari ketergantungan tersebut tidaklah selalu manis. Ketergantungan ekonomi akan merembet pada ketergantungan politik.
Tantangan kedua berupa munculnya kecenderungan menguatnya kelompokkelompok berdasarkan etnis atau suku di masyarakat. Menguatnya kelompokkelompok berdasarkan kesukuan ini tidak mustahil akan menjadikan sumpah pemuda “satu nusa satu bangsa dan satu bahasa”tinggal menjadi dokumen sejarah belaka. Ketidakpuasan kelompok-kelompok masyarakat atas kebijakan pemerinah pusat akan dengan mudah dan segera bermuara pada ancaman tuntutan “merdeka” lepas dari Negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
a)             Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah.
b)             Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia
c)             Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah  memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang.
d)            Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak dll.
e)             Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif.
Dengan adanya bentuk-bentuk perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi tersebut maka globalisasi tentunya berdampak bagi kehidupan masyarakat baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari globalisasi ekonomi diantaranya:
1)             Produksi global dapat ditingkatkan Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo.
2)             Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri.
3)             Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
4)             Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
5)             Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham.
Selain itu, globalisasi ekonomi juga mempunyai dampak yang negatif bagi kehidupan msyarakat Indonesia diantaranya:
a.              Menghambat pertumbuhan sektor industri
Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry).
b.             Memperburuk neraca pembayaran
Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit.
c.              Sektor keuangan semakin tidak stabil
Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana  dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot.
d.             Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi.
Untuk menghadapi kapitalisme global maka pemerintah perlu melakukan hal-hal sebagai berikut diantaranya :
o      Perlunya segera dilakukan pemberantasan KKN secara bersungguhsungguh.
o      Pemerintah perlu meletakkan kerangka kebijakan untuk memungkinkan pergerakan sumber daya ke arah sektor-sektor yang mempunyai prospek yang cerah.
o      Mengupayakan agar perubahan-perubaan yang terjadi berlangsung secara bertahap, sehingga memberikan waktu bagi pelaku ekonomi yang bergerak di industri yang tidak kompetitif beralih ke industri yang lebih kompetitif.
o      Mempersiapkan SDM agar dapat memanfaatkan peluang yang terbuka.