Sistem Perbandingan Perekonomian
India dengan Amerika Serikat
Dalam
membahas politik internasional, isu globalisasi sering dikaitkan dengan
pembangunan dan kemiskinan. Globalisasi yang menciptakan dunia yang ‘tanpa
batas’ (borderless) ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, misalnya dengan
perdagangan bebas. Saat ini sebagian besar negara di dunia melakukan
perdagangan bebas, di mana tarif dan hambatan lain dikurangi bahkan dihapuskan,
serta dinaungi oleh organisasi internasional bernama World Trade Center (WTO).
Organisasi ini memiliki aturan-aturan tertentu yang bersifat mengikat dan harus
dipatuhi oleh seluruh negara anggotanya.
Globalisasi
melalui perdagangan bebas saat ini menjadi isu yang hangat diperbincangkan,
terutama dari segi dampaknya. Perdagangan bebas menjadi wacana utama selepas
Perang Dunia I dan II karena dianggap dapat meningkatkan perdamaian dunia dan
menyejahterakan masyarakat. Pada kenyataannya, perdagangan bebas yang diwadahi
oleh WTO memang menguntungkan beberapa pihak, tetapi masih ada aktor lain yang
mengalami kesulitan dalam mempraktikkannya, bahkan terkena efek negatif berupa
kemiskinan. Dua contoh negara anggota yang mengalami dampak positif dan negatif
dari perdagangan bebas WTO yang akan menjadi bahasan dalam tulisan ini ialah
Amerika Serikat (AS) dan India. AS merupakan negara maju yang sangat kuat
perekonomiannya serta gencar sekali mempromosikan perdagangan bebas.
Banyak
sekali perusahaan multinasional AS yang meraup keuntungan dari aktivitas ini.
Sedangkan India adalah negara berkembang yang saat ini mulai muncul sebagai
salah satu kekuatan ekonomi baru. Namun ternyata masalah kemiskinan masih
menghantui negara ini, terutama yang disebabkan oleh perdagangan bebas. Dua
negara anggota WTO tersebut menggambarkan keadaan ketimpangan global (global
inequality) sebagai akibat dari globalisasi, di mana terdapat jarak dan
kesenjangan antara negara kaya dengan negara miskin, negara maju dengan negara
berkembang, negara di bagian ‘Utara’ dengan di bagian ‘Selatan’ (North and
South divide), dan sebagainya. Tulisan ini pun dibuat untuk mengetahui
bagaimana dan sejauh mana kebijakan perdagangan WTO berdampak pada meningkatnya
ketimpangan global.
Peraturan di WTO mengenai
Perdagangan Bebas
World
Trade Organization (WTO) adalah sebuah rezim internasional yang mengawasi
aturan perdagangan internasional, termasuk di dalamnya kebijakan perjanjian
perdagangan bebas, penyelesaian sengketa perdagangan antar anggota dan sebagai
forum negosiasi negara anggota. Tujuan didirikannya WTO sendiri adalah untuk
membantu negara anggota melakukan perdagangan dengan lancar dan sebebas
mungkin. Perdagangan bebas tersebut terjalin dengan menghapus bea masuk
(tariff) dan tindakan seperti larangan impor atau kuota yang selektif untuk membatasi
jumlah. Peraturan dan perjanjian di dalam WTO merupakan hasil negosiasi dan
sudah ditandatangani oleh negara anggota WTO, sehingga hal ini berarti
pemerintah negara-negara anggota WTO mempunyai kontrak yang mengikat untuk
menjaga kebijakan perdagangan mereka dalam batas yang telah disepakati.
Perjanjian
perdagangan dalam WTO melingkupi perdagangan yang berhubungan dengan pertanian,
tekstil dan pakaian, perbankan, telekomunikasi, belanja pemerintah, standart
industri dan kemanan produk, peraturan sanitasi makanan, kekayaan intelektual,
dll. Prinsip – prinsip perdagangan internasional dalam WTO yang harus dipatuhi
oleh negara anggotanya menyangkut perdagangan bebas, antara lain :
1.
Trade without discrimination
a.
Most Favoured Nation ( MFN )
MFN adalah prinsip perdagangan dalam WTO
yang mengatur tentang pemberian perlakuan yang sama antar mitra perdagangan,
tanpa pengecualian antara semua negara anggota WTO (tidak memandang negara yang
kaya atau miskin, kuat atau lemah). Hal ini berarti MFN mengatur bahwa setiap
negara anggota WTO harus menurunkan atau menghilangkan hambatan perdagangan di
negaranya dan membuka pasar dalam negeri. Prinsip ini berlaku bagi semua
perdagangan barang atau jasa dan diatur dalam artikel pertama GATT, pasal 2
GATS, dan pasal 4 TRIPS.
b.
National treatment
Yaitu memperlakukan produk impor sama
dengan produk lokal (paling tidak setelah barang impor tersebut memasuki pasar
nasional).
2.
Freer Rider : gradually, through
negotiation
Menurut
WTO, kebijakan tentang perdagangan bebas ditujukan untuk terjadinya persaingan
yang adil, terbuka, dan tidak terdistorsi. Menurunkan hambatan perdagangan
adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mendorong perdagangan. Tetapi,
tidak semua negara dapat dengan mudah untuk menyesuaikan peraturan WTO dengan
peraturan dalam negerinya. Untuk itu WTO memperbolehkan negara anggota untuk
melakukan penyesuaian secaa bertahap melalui “liberalisasi progresif”.
3.
Predictability : through binding and
transparency
Ketika
suatu negara sudah membuat kesepakatan untuk membuka pasar domestik atas barang
atau jasa, mereka terikat oleh komitmen mereka ini. Sistem ini juga
meningkatkan prediktabilitas dan stabilitas dengan berbagai cara. Salah satu
cara yang dilakukan adalah menghambat penggunaan kuota dan langkah-langkah lain
yang digunakan untuk menetapkan batas jumlah impor.
WTO
mengusung perdagangan bebas, karena adanya pertumbuhan yang bagus dalam
perdagangan dan ekonomi dunia sejak berakhirnya Perang Dunia II. Selama periode
25 tahun, tarif telah dikurangi sampai dengan 5% di negara-negara industri.
Akibat penurunan tarif tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia lebih cepat, yaitu
kira-kira 8%. Kebijakan perdagangan liberal (kebijakan yang memungkinkan aliran
barang dan jasa yang tak terbatas), mempertajam persaingan, dan memotivasi
untuk selalu berinovasi. Perjanjian atauu prinsip-prinsip di WTO diatas adalah
perjanjian perdagangan multilateral.
Namun,
dalam General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) pasal XXIV dan dalam
General Agreement on Trade in Services (GATS) for Trade in Services and in the
Enabling Clause pasal V memperbolehkan negara anggota untuk melakukan Regional
Trade Agreements (RTAs). Dibawah RTAs, pengurangan hambatan perdagangan hanya
berlaku untuk pihak-pihak yang bersepakat. 9 Perjanjian perdagangan regional di
bawah WTO yang meliputi Kesatuan Pabean dan Wilayah Perdagangan Bebas sudah
ditandatangani oleh beberapa negara. Perjanjian perdagangan regional ini
berlaku selama masa transisi yang tujuan akhirnya adalah menciptakan
terbentuknya custom union or a free trade area.
Dampak Kebijakan Free Trade WTO
terhadap Amerika dan India
a)
Amerika Serikat
Tidak
bisa dipungkiri bahwa Amerika Serikat adalah salah satu perekonomian nomor satu
di dunia. Pada tahun 2011, diperkirakan
nominal PDB Amerika Serikat sekitar seperempat dari nominal PDB global, yaitu
sekitar $ 15 Milyar. Sebagian besar dari pendapatan tersebut merupakan
kontribusi dari perdagangan internasional AS dengan negara lain. Pada tahun
2012, negara itu tetap menjadi produsen terbesar di dunia, yang mewakili
seperlima dari output manufaktur global. Tiga partner dagang utama dari Amerika
Serikat ialah Cina, Kanada, dan Meksiko. Sebagai anggota WTO, Amerika Serikat
merupakan salah satu penyokong ide Free Trade atau Perdagangan Bebas. Dimana
efek positif dari pasar bebas terlihat jelas dalam pertumbuhan bintang ekonomi
AS selama beberapa dekade terakhir. Sejak tahun 1990, perekonomian AS telah tumbuh
lebih dari 23%.
Dengan
adanya penandatangan dan pembentukan North American Free Trade Area (NAFTA)
pada tahun 1993 serta World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995, sebagai
sebuah forum untuk menyelesaikan sengketa perdagangan. Sebagai contoh:
o
Jumlah pekerjaan meningkat sebesar 13,4
persen sejak 1991. Hanya 3 persen bagian dari angkatan kerja yang bekerja paruh
waktu yang dikarenakan ketidakmampuan untuk mencari pekerjaan full-time.
o
Pada Juli 2000, tingkat pengangguran
menurun menjadi sepersepuluh dari dari 4
persen selama hampir setahun. (Tingkat terendah dalam 30 tahun.)
o
Pertumbuhan ekonomi terus terjadi di
Amerika Serikat pada akhir tahun 2000 ini juga: Antara 1998 dan 1999 saja,
jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap meningkat sebesar 2 juta orang.
Keuntungan
dari perdagangan bebas sudah sangat substansial, pada tahun 2007 sekitar $ 12
bilyar hasil perekonomian AS merupakan hasil dari perdagangan bebas. Pada tahun
2005, ekspor AS ke seluruh dunia mencapai $ 1.2 milyar dan mendukung satu dari
lima pekerjaan manufaktur di Amerika Serikat. Pekerjaan yang langsung
berhubungan dengan kegiatan ekspor barang, berpenghasilan 13-18% lebih banyak dari pekerjaan lain di Amerika Serikat.
Selain itu, ekspor hasil pertanian mencapai rekor tertinggi pada tahun 2005 dan
pada tahun 2007 merupakan lapangan pekerjaan untuk 926.000 orang.
NAFTA
sebenarnya telah menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk AS dari sejak
awal. Kanada dan Meksiko merupakan mitra perdagangan terbesar pertama dan kedua
di Amerika Serikat, yang bertanggung jawab terhadap sekitar 36% dari semua
pertumbuhan ekspor AS pada tahun 2005. Antara tahun 1993 dan 2005 hasil
manufaktur dan ekspor pertanian Amerika Serikat ke Kanada dan Meksiko tumbuh
sebesar 133% dan 55%. Setiap hari, NAFTA negara melakukan transaksi sekitar $
2,2 miliar pada perdagangan trilateral. Perdagangan ini mendukung pekerjaan AS,
guling produktivitas, dan mendorong investasi.
b)
India
India
adalah salah satu negara berkembang di dunia yang ikut aktif dalam perdagangan
bebas dunia. Walaupun ada beberapa keuntungan yang didapatkan India, namun
India juga menjadi negara yang banyak mengalami kerugian dari sistem
perdagangan bebas ini. India dalam kurun waktu 2 dekade terakhir berhasil
meningkatkan ekonominya pada tingkat tahunan rata-rata sebesar 7% serta
mengurangi kemiskinan sebesar 10%, namun keuntungan ekonomi ini hanya dirasakan
sebagian kecil masyarakat urban India. 40 persen kaum miskin di dunia masih tinggal
di India, 28% penduduk negara itu hidup dibawah garis kemiskinan pada tahun
2006 dan meningkat menjadi 37,2% pada tahun 2010, dan 75.6% masyarakat hidup
dengan pendapatan dibawah 2 dollar perhari . Kesenjangan yang dialami masyarakat
India diidentifikasi karena perdagangan bebas telah merusak pasar negara
tersebut dan merugikan banyak warga India.
Banyak
produk negara besar yang masuk ke negara India dengan kualitas dan harga yang
lebih baik daripada produk lokal di India, hal ini sama sekali tidak memberikan
keuntungan kepada masyarakat India. Sebagai salah satu contohnya adalah di
bidang agrikultur, saat ini beberapa produk luar telah membanjiri pasar
agrikultur India, sebagai contohnya adalah keju dari Swiss, apel dari Selandia
Baru, coklat dari Brazil dan biskuit dari Thailand. Produk Impor yang beredar
bebas di India ini adalah salah satu hasil dari kesepakatan India dengan WTO
yaitu Agreement on Agriculture (AoA) yang bertujuan untuk meningkatkan akses
pasar untuk makanan asing.
Hal
ini jelas merugikan masyarakat India, karena produk-produk dari dunia barat
memiliki keungulan dari harga maupun kualitas. Hal itu disebabkan lebih
tingginya subsidi dan teknologi yang diterapkan negara barat terhadap
agrikultur mereka, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih baik dan dapat
menjadi lebih murah, sedangkan India tidak memberikan subsidi sebesar negara
barat dan para petani masih menggunakan teknik tradisional. Masalah ini tentu
merupakan masalah besar bagi India, karena sektor Agrikultur adalah sektor
terbesar bagi ekonomi India. Sektor ini telah mempekerjakan 52% dari total
angkatan kerja India, sehingga kesulitan para petani tersebut merupakan
kesulitan sebagian besar keluarga di India.
Kesulitan
yang dihadapai oleh petani India ini sangat digambarkan oleh tingkat bunuh diri
petani yang sangat tinggi di India, tercatat sekitar 200 ribu petani India
bunuh diri sejak tahun 1997. Disisi lain produk ekspor India tidak mendapatkan
keuntungan yang cukup besar dari sistem perdagangan bebas ini. India Pada tahun
2010, India melakukaan Impor barang sebesar 322,702 juta US$ dan jasa sebesar
116,906 juta US$, sedangkan ekspor barang sebesar 216,162 juta US$ dan jasa
sebesar 109,514 juta US$. Angka ini mengggambarkan bahwa India kurang mampu
membanjiri pasar dunia, di sisi lain pasar lokal mereka di ekspansi oleh negara
lain.
Dalam
bidang ekspor, produk mereka yang masih kalah saing dengan produk-produk dunia
barat. Sebagai salah satu contoh adalah Indian Oil Corporation yang bergerak di
bidang gas dan minyak bumi, dan merupakan perusahaan terbesar di India, saat
ini memiliki pemasukan sebesar US$68.83 billion, masih kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan
besar lainnya seperti Exxon Mobil yang memiliki pemasukan US$486.429 billion.
Bahkan perusahaan ini disulitkan dengan banyaknya perusahaan minyak lain yang
masuk ke India.
Analisis
Dalam
politik internasional, kerjasama
merupakan hal yang sangat penting dan bisa menjadi salah satu cara untuk
mencapai kepentingan. Salah satu bentuk kerjasama yaitu dalam bidang
perdagangan, pada era globalisasi seperti sekarang ini, sangat intens dilakukan
baik oleh negara maju, maupun negara berkembang untuk meningkatkan
perekonomian. Perdagangan bebas yang merupakan salah satu gagasan WTO mengusung satu skema baru dalam
perdagangan internasional yaitu perdagangan tanpa hambatan. WTO sebagai salah
satu
organisasi
internasional memiliki collective system yang harus dipatuhi semua anggotanya. Anggota-anggota
di WTO pun akan mendapatkan keuntungan dengan menyepakati perjanjian yang ada
dalam WTO. Namun, hal ini bukanlah hal yang absolut, bahkan perdagangan bebas
yang diadopsi oleh negara-negara anggota WTO dapat memberi dampak negatif dan
kesenjangan antar negara-negara anggotanya.
India
dan Amerika Serikat merupakan anggota WTO dan aktif dalam perdagangan bebas. Sudah
seharusnya India dan Amerika Serikat membuka pasarnya dan melaksanakan
perdagangan tanpa diskriminasi sebagaimana yang tertuang dalam prinsip WTO.
Amerika Serikat bisa dikatakan menjadi winner dalam globalisasi. Pendapatan
Amerika Serikat pun sebagian besar diperoleh dari keuntungan melaksanakan
perdagangan bebas. Namun, sejak awal apabila kita merujuk pada pandangan
neo-Marxist, Amerika Serikat sudah merupakan negara yang masuk kategori Core
areas yaitu Negara-negara yang terhitung maju secara pendapatan ekonomi,
teknologi, dan produksi yang lebih bervariasi dalam jumlah besar. Ide perdagangan bebas juga diusung oleh
Amerika Serikat, sehingga tentunya sebelum melaksanakan perdagangan bebas,
Amerika Serikat sudah percaya diri,memiliki kesiapan, dan melihat perdagangan
bebas ini sebagai peluang. Berbeda dengan India yang dapat dikategorikan sebagai
negara semi-Peripheral.
Pada
kenyataannya ketimpangan kompetisi dengan produk-produk yang diimpor dari barat
yang dinilai lebih unggul dan berkualitas, karena barang-barang India di
produksi dengan teknologi yang cenderung sederhana dibanding barang produksi
negara kompetitornya seperti Amerika Serikat. Contohnya saja adalah dalam
sektor pertanian. Sektor ini terkena dampak paling besar dari adanya kebijakan
perdagangan bebas. India tidak memberikan subsidi sebesar negara barat dan para
petani masih menggunakan teknik tradisional31
Jadi walaupun India memiliki teknologi informasi dan telekomunikasi yang
sudah canggih namun dalam teknologi produksi terutama dalam sektor pertanian
India masih ketinggalan jauh dibandingkan dengan negara barat dalam hal ini
Amerika Serikat. Hal ini menjadi suatu ketimpangan yang sangat jelas.
Ketimpangan lain terjadi dalam sektor ekspor-impor. India menerima jumlah impor
yang sangat banyak namun tidak bisa mengimbangi jumlah ekspor yang juga
semestinya harus tinggi.
Bahkan
dalam 6 tahun kebelakang, petani India banyak mengalami kerugian serta frustasi
dan lebih dari tiga ribu petani bunuh diri di Andrha Pradesh. Penyebab
potensial yang menyebabkan hal ekstrim ini terjadi adalah eksploitasi oleh
perusahaan agribisnis multinasional dan kesenjangan ekonomi yang parah.
Pendukung
globalisasi percaya bahwa liberalisasi perdagangan adalah kunci untuk memerangi
kemiskinan di negara berkembang (World Bank 2002; WTO 2000; McCulloch, Winters
& Cirera 2000). Sebagian besar ahli mendefinisikan liberalisasi perdagangan
sebagai penghapusan total atau sebagian hambatan perdagangan seperti kuota dan
tarif yang diberlakukan oleh pemerintah atas barang impor dan ekspor (Marchant
& Snell 1997). Hal ini
diyakini
bahwa relaksasi hambatan perdagangan akan memfasilitasi perdagangan dan menarik
investasi asing langsung (FDI) yang pada gilirannya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menyebabkan pengentasan kemiskinan (WTO 2002).
Meskipun demikian, laporan dari UNCTAD (2001) menunjukkan bahwa kemiskinan di
negara berkembang terus eksis.
Jumlah
orang yang hidup dengan kurang dari satu dolar per hari telah meningkat hampir
50 persen dalam beberapa tahun terakhir dan kesenjangan antara orang kaya dan
miskin di negara berkembang melebar. UNCTAD (2001) menunjukkan bahwa 49 negara
paling miskin membentuk 10 persen dari populasi dunia, tetapi menyumbang hanya
0,4 persen dari perdagangan dunia dan perbedaan ini terus tumbuh pada tingkat
yang mengkhawatirkan.33 Data ini membuktikan bahwa perdagangan bebas yang
diyakini berdampak positif untuk mengurangi global inequality bukan hal yang
pasti. Negara berkembang masih jauh dari kesejahteraan bahkan kemiskinan terus
meningkat. Negara berkembang seperti India walau memiliki pertumbuhan ekonomi
yang menjanjikan tapi masih dibayangi oleh adanya inequality yang disebabkan
oleh ketidaksiapan beberapa sektor dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan
bebas.